- Back to Home »
- Kisah Teladan »
- Kisah Taubatnya Malik Bin Dinar ra
Posted by : Masdad Al-Falucky
Jumat, 22 Februari 2013
Dalam penelusuran cerita yang dikisahkan oleh penulis kitab Wafayati 'ayan, mengatakan: "Malik bin Dinar ra ia salah satu pemimpin atau imam dari bani usamah Bin Lu'ai Al Qursyi. Malik bin Dinar ra seorang alim yang zahid dipenuhi dengan sifat wara', qana'ah (merasa puas hati), tidak makan dan mencicipi kecuali hasil kerja kerasnya sendiri. Dan profesi Malik bin Dinar ra adalah seorang penulis, ia mendapatkan upah dari hasil tulisannya di media."
Dalam catatan riwayat yang ditulis oleh para sejarawan, diantaranya Ibnu Khalkan menyebutkan bahwasanya Malik bin Dinar ra wafat dikota Bashrah pada tahun 131 H. Malik bin Dinar ra mengenal baik beberapa sahabat diantaranya Anas bin Malik ra. Juga banyak meriwayatkan Hadist. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Abu Na'im yang diangkatnya dalam al hilliyyah. Ia menyebutkan bahwa Malik bin Dinar ra mendapatkan periwayatannya dari pembesar-pembesar tabi'in seperti Al Hasan, Ibnu Sirin, Al Qasim bin Muhammad dan Salim bin Abdullah serta yang lainnya.
Malik bin Dinar ra hidup pada abad pertama Islam. Yang masa itu masih erat dengan pemimpin umat Nabi Muhammad SAW. Dan dapat menggapai cahaya bekal Muhammadi, sehingga ia pernah melontarkan sepenggal kata petuah: Jika engkau telah melihat siapa yang dapat melihat, maka engkau telah melihatnya. Malik bin Dinar telah banyak mengarungi dalamnya belahan samudra kesucian jiwa, dan iman. Dengan berpijak pada ulama' dan suri tauladan luhur dan suci.
Dalam riwayat Imam Al Manawi ra dalam kitabnya bersumber dari Ibnu Al Jauzi, direkam dalam bab at tauwabun, menyebutkan: Sesungguhnya Malik bin Dinar ra pernah ditanya tentang sebab keinsyafan dan taubatnya, ia menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang putri yang kuberi nama Fathimah. Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat didalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala selangkah, maka setiap itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga Usia Fathimah genap tiga tahun, saat itu fathimah meninggal dunia.
Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku diatas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya.
Setan mempermainkanku, hingga datang suatu hari, pertengahan bulan Sya'ban dan kebetulah jatuh pada malam Jum'at. Pada malam itu aku belum shalat Isya', setan berkata kepadaku: Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya. Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr (arak) sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar ke alam mimpi.
Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat. Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada diantara manusia, mendengar seorang menyeru memanggil: Fulan ibnu Fulan, Kemari! Mari menghadap Al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan. Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: Mari menghadap Al-Jabbar!.
Kemudian tiba-tiba hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Tiba-tiba saja aku mendengar suara desisan di belakangku. Ketika aku menoleh, aku melihat seekor naga raksasa berwarna hijau kehitam-hitaman membuka mulutnya dan bergerak menghampiriku. Naga raksasa itu siap melumatku. Melihat itu, aku berlari penuh ketakutan. Dalam pelarian itu aku bertemu seorang kakek tua berbaju putih bersih dan wangi. Aku menyalaminya dan dia menjawab salamku. Aku kemudian berkata kepadanya, kakek tua, lindungilah aku dari naga besar ini, maka Allah akan menyelamatkanmu.
Kakek tua itu menangis dan berkata kepadaku, aku sangat lemah sedangkan naga ini begitu kuat. Aku tidak mungkin mampu melawannya. Pergilah dengan cepat. Barangkali Allah akan menunjukkan jalan kepadamu sehingga engkau bisa selamat.
Aku segera berlari tanpa memalingkan muka. Aku kemudian naik ke salah satu tingkatan kiamat hingga sampai ke lapisan api. Aku bisa melihat kobaran api yang begitu dahsyat. Aku hampir saja melompat ke dalam api tersebut karena takut dengan naga raksasa yang siap melahapku. Pada saat itulah terdengar teriakan memanggilku, kembalilah, engkau bukan penghuni tempat itu. Aku percaya dengan perkataan itu hingga akhirnya aku berbalik, sementara ular itu masih terus memburuku.
Aku menemukan kakek tua tadi dan berkata kepadanya, Wahai kakek tua, aku memohon kepadamu agar engkau menyelematkan aku dari naga raksasa ini, tapi engkau tidak mau melakukannya.
Mendengar hal itu, sang kakek langsung menangis sambil berkata: sudah aku katakan, aku tidak berdaya menghadapi naga raksasa itu. Akan tetapi, cobalah pergi ke gunung itu. Disana terdapat titipan kaum Muslimin. Jika engkau memiliki titipan disitu, maka ia akan bisa menolongmu.
Malik bin Dinar ra melanjutkan, Aku memandang gunung perak yang berbentuk bundar. Gunung tersebut mempunyai lubang jendela yang ditutup dengan satir yang mengantung diatasnya, masing-masing jendela dan ventilasi memiliki pintu yang terbuat dari emas. Semuanya dipisahkan dengan yaqut dan dihiasi Mutiara. Tiap-tiap pintu memiliki satir yang terbuat dari sutra.
Ketika aku melihat gunung yang dimaksud, aku langsung berbelok dan berlari ke tempat itu untuk menyelamatkan diri dari naga raksasa yang terus mengejar. Ketika aku semakin dekat dengan gunung itu, beberapa malaikat berteriak, Angkat satir itu buka jendelanya, dan sambutlah dia. Barang kali saja orang yang celaka ini memiliki titipan disini yang bisa menyematkan dia dari musuhnya. Ketika satir telah diangkat dan pintu telah dibuka, muncullah anak-anak yang wajahnya seperti bulan, untuk menyambutku. Sementara itu, naga raksasa yang sejak tadi mengejarku telah semakin mendekatiku.
Melihat hal itu, aku menjadi ragu sehingga sebagian anak-anak berteriak, Celaka, lindungi dia, naga raksasa itu sudah semakin dekat dengannya. Anak-anak tersebut kemudian melindungiku gelombang demi gelombang. Tiba-tiba saja aku melihat akan perempuanku yang telah meninggal ada diantara mereka, ikut melindungiku. Begitu melihatku, dia langsung menangis dan berkata, Ayah...!!!, setelah itu dia langsung menerobos cahaya bagaikan anak panah, hingga akhirnya dia ada disisiku. Tangan kirinya kemudian meraih tangan kananku sehingga tangan kami saling berkaitan, sementara tangan kanannya menghalau naga raksasa tersebut sehingga naga tersebut lari menjauh.
Dia kemudian mendudukkanku, sementara dia sendiri duduk dalam pangkuanku, sambil meraih jenggotku dengan tangan kanannya. Setelah itu dia berkata, Wahai ayahku, Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah, (al-Hadid [57]:16)
Mendengar hal itu, aku langsung menangis dan berkata kepadanya. Wahai anak perempuanku, apakah kalian mengetahui Al-Qur'an?
Dia menjawab: Ayah, kami lebih tahu banyak tentang Al-Qur'an daripada engkau.
Aku berkata, Katakanlah kepadaku mengenai naga raksasa yang hendak memangsaku?
Dia menjawab: Ayah, itu adalah amal burukmu yang hendak menceburkanmu ke dalam neraka Jahannam. Engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkan engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan diserupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat?
Aku bertanya lagi, Lalu siapa sebenarnya kakek tua yang aku temui tersebut?
Dia Menjawab: Dia adalah amalan shalih yang ayah kerjakan, yang lemah karena terkalahkan dengan kekuatan amal perbuatan buruk.
Aku bertanya lagi, Wahai anak perempuanku, apa yang kalian lakukan di dalam gunung ini?
Dia menjawab: Kami anak-anak kaum Muslimin. Kami akan tinggal disini hingga Hari Kiamat tiba. Kami menunggu kalian datang kemari dan kami akan menolong kalian.
Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.
Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar ra yang kemudian beliau menjadi salah seorang imam generasi tabi'in dan termasuk ulama' Bashrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat yang mengetahui penghuni surga dan neraka, maka yang manakah aku diantara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni surga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.
Malik bin Dinar ra bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid dan berseru: Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu!!, Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari.
Dia berfirman kepadamu: Barangsiapa mendekatkan dirinya kapada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.
3 Comments
Tambah iman ini setelah ku membacanya subhanalloh
BalasHapusSubhanalloh tambah keimanan ini
BalasHapusYa allah, sangat inspiratif semoga bisa menjadi ibarah untuk mereka yang belum bertaubat.
BalasHapus